Teror Hantu
Lucas
baru saja datang dari wangsa yang jauh: Belanda. Ia mengunjungi Kelurahan
Samalewa, Pangkep, untuk meneliti sejarah Kerajaan Siang. “Ruangannya sudah
dibersihkan Pak, silakan masuk. Biar saya yang mengangkat barang-barangnya.”
Kata pemilik indekos. Tapi Lucas mengajukan telapak tangannya ke arah pemilik
indekos, sebagai tanda penolakan. “Biar aku saja.” Katanya, dengan bahasa
Indonesia yang cukup fasih. Sehingga
dibawalah sendiri barangnya memasuki kamar.
Di
Samalewa memang cukup banyak tersebar indekos. Sebab orang yang berasal dari
kabupaten lain, khususnya kabupaten terdekat, memilih menyekolahkan anaknya di
suatu sekolah menengah ternama di Pangkep yang didirikan di Samalewa. Sehingga,
warga setempat memanfaatkan kesempatan itu. Beberapa warga mendirikan indekos
untuk anak-anak dari luar yang mengenyam pendidikan di sekolah tersebut. Tapi
Lucas datang sebagai sejarawan. Dan sebenarnya ia bisa menyewa tempat yang
lebih mewah lagi. Cuma ia merasa indekos itu lebih dekat dari tempat
penelitiannya, sehingga ia lebih memilih menetap di sana.
“Hai Sukri....”
Pemilik indekos memanggil orang yang melintasinya setelah beberapa detik yang
lalu Lucas memasuki kamarnya. Orang itu menghampirinya. Kemudian terjadilah
percakapan antara keduanya.
“ Tadi
malam anakku mengaku ditakut-takuti oleh hantu itu.”
“Dia
melihat wajahnya?”
“Seperti anak-anak
yang lainnya, dia tidak melihatnya. Hantu itu menakut-nakutinya dengan membuat
gelas di hadapannya melayang-layang.”
“Terus?”
“Yah,
anak saya ketakutan. Dia tak mau keluar rumah.”
“Meskipun
itu siang-siang?”
Pemilik
indekos hanya menganggukkan kepalanya.
Permbicaraan
mereka didengar oleh Lucas. Sebab si empunya indekos bercengkrama dengan Sukri
tidak jauh dari kamarnya. Sehingga pastilah Lucas mendengarnya. Tapi,
sepertinya bule itu menganggap serius pembicaraan mereka. Sehingga belum juga puas
beristirahat, ia pergi mengintip mereka dibalik jendela, kemudian menguping
pembicaraan mereka. Sukri menyadari bahwa Lucas sedang mengintip mereka.
Sehingga saat Sukri menatapnya, Lucas berhenti mengintip, dan langsung menutup
jendela dengan gorden.
“Dia
datang dari Belanda, katanya mau meneliti.” Kata pemilik indekos untuk
memberikan penjelasan terhadap Sukri mengenai bule itu.
“Dari
mana kau tahu?”
“Dia
sendiri yang kasih tahu.”
“Memangnya
kamu pintar bahasa bule?’
“Dia
pintar bahasa Indonesia.”
***
Masih
pagi-pagi sekali Lucas sudah mulai menjelajah untuk memulai penelitian. Ia
hendak mengunjungi setiap tokoh masyarakat dengan didampingi oleh Sukri. Tentu
saja kemarin, sudah terjadi kesepakatan antara Lucas dan Sukri untuk
bersama-sama ke rumah masing-masing tokoh masyarakat. Setelah bercengkrama
dengan pemilik indekos, Sukri mendatangi Lucas di kamarnya dan bercerita banyak
hal khususnya mengenai kondisi Kelurahan Samalewa dan beberapa hal mengenai Kerajaan
Siang. Oleh karena Lucas memberitahu niatnya untuk bertemu para tokoh
masyarakat kepada Sukri, sehingga Sukri menawarkan kesediaannya untuk menemani
Lucas. Pastinya Lucas menerima ajakan itu.
Tokoh
masyarakat petama yang mereka kunjungi untuk hari ini adalah Syarifuddin.
Seorang yang menurut Sukri bisa memberikan banyak informasi mengenai sejarah
Kerajaan Siang dan perihal lain mengenai kebudayaan Pangkep. Mereka hanya
berjalan kaki. Dari arah belakang, terlihat rombongan bocah mengikuti mereka
sedaritadi. Tentulah bagi para bocah itu, melihat bule adalah hal yang sangat
langka, dan hanya bisa mereka temui pada tayangan televisi. Tapi di
tengah-tengah perjalanan, Lucas bertanya mengenai hal yang sebenarnya dianggap
ganjil oleh Sukri. Sebab menurut Sukri, yang juga seorang guru fisika,
sekiranya seorang peneliti tidak peduli dengan hal yang dipertanyakan oleh
Lucas.
“Apakah
benar di sini ada hantu?”
“Kenapa
kau bertanya seperti itu? Kau juga percaya hantu?”
Lucas
hanya diam, sembari ditatap penuh heran oleh Sukri.
“Kita
sudah sampai”
***
Kediaman Syarifuddin
adalah rumah panggung. Di dalam rumahnya berisi perabotan yang terbuat dari
logam dan tembaga. Dinding rumahnya berhiaskan foto keluarga dan lukisan pantai
di kala sore hari. Mereka kemudian duduk bersama di ruang tamu, dan ditemani
oleh sang empunya rumah. Mereka berbincang-bincang sembari anak perempuan Syarifuddin
menghidangkan teh dan pisang goreng di atas
meja.
“Hmmm...
kamu datang dari Belanda yah.” Syarifuddin memulai pembicaraan.
“Iya, Pak”
“Apa yang
kamu mau ketahui tentang Kerajaan Siang?”
“Begini Pak....eeee....”
“Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa.......”
Anak perempuan Syarifuddin tetiba berteriak saat memasuki dapur. Mereka segera
menuju ke sana.
“Kamu
kenapa, Nak?” Syarifuddin menghampiri anaknya.
“Ada
hantu!” Anak perempuannya terlihat gemetaran dan menutup matanya saking
ketakutannya.
Tapi
Lucas, Sukri, begitu pun Syarifuddin tidak melihat apapun kecuali perabotan
dapur ,beberapa ikat sayur, tiga ekor ikan bandeng mentah yang disimpan di atas
piring, dan rempah-rempah.
“Bagaimana
wajahnya?” Kata Sukri.
Anak Syarifuddin
hanya menggeleng-gelengkan kepalanya dan berkata, “Panci itu tadi
melayang-layang. pasti hantu itu yang melakukannya,” sembari menunjuk panci
yang berada di atas kompor.
Kemudian
isteri Syarifuddin datang, dan menemani anaknya masuk ke kamarnya. Dan segera Syarifuddin
membaca ayat kursi dan beberapa mantra kuno yang bahkan Sukri tidak tahu
maksudnya apalagi Lucas.
“Dia
sedang apa?” Tanya Lucas
“Mengusir
hantu.” Sukri memandangi Lucas dan berkata, “Kamu sakit yah?”
Lucas
dengan tubuh yang gemetaran, wajah yang pucat, dan berkeringat hanya
mengeleng-gelengkan kepalanya.
Setelah
melakukan ritual pengusiran hantu, Syarifuddin langsung berkata penuh murka di
hadapan Sukri dan Lucas, “Aku tidak terima kalau daerah ini diteror oleh
hantu!” Kemudian ia menatap Sukri dan berkata, “Sampaikan pada pak lurah bahwa
sebentar malam kumpul di rumahku. Biar saya yang kumpulkan semua tokoh adat.
Kita akan lakukan ritual pengusiran hantu. Sudah banyak anak-anak yang diteror
oleh hantu busuk itu. Ini tak bisa dibiarkan!” Sukri hanya mengangguk.
***
Langit
menghitam, dihiasi dengan pendar gemintang. Siang telah berganti malam. Di
kamarnya, Lucas sedang sibuk membuat kalung yang talinya dilingkari susunan
bawang putih. Setelah selesai, Lucas mengenakkannya di leher, sembari memegang
salib. Raut wajahnya nampak cemas. Sedang tubuhnya disandarkan di pojok
dinding. Dia terlihat sangat ketakutan.
Sebenarnya
Lucas sangat takut dengan yang namanya hantu. Dia tidak pernah lupa akan trauma
masa kecilnya. Suatu ketika, di usia 5 tahun, Lucas mengaku pernah
ditakut-takuti oleh hantu. Saat Lucas sedang berak di kamar mandi, ia melihat
sabun dan sikat gigi melayang-layang. Sehingga, belum juga ia selesai berak, ia
langsung keluar dari kamar mandi menuju kasur, dan membungkus tubuhnya dengan selimut.
Beberapa
kali dia memberitahu ibunya, kakaknya dan ayahnya, tapi mereka tidak percaya,
bahkan hanya dianggap lelucon. “Mana ada sabun dan sikat gigi melayang
–layang.” Kata kakaknya. Tapi teman Lucas percaya terhadap ceritanya. Suatu
ketika, Lucas menceritakan pengalamannya saat diteror hantu pada seorang
temannya. Temannya juga mengatakan bahwa
ia pernah mengalaminya. Dia menunjukkan suatu gambar hantu kepada Lucas. Gambar
itu adalah drakula. “Sebenarnya Hantu itu adalah ini.” Kata temannya sambil
menunjuk gambar tersebut. Seketika Lucas ketakutan saat melihatnya, bahkan
sempat kencing celana.
Saat ini,
dia merasa pergi ke tempat yang salah. Sebab, ternyata tempat yang ia kunjungi
di teror oleh hantu. Sementara, kita ketahui bersama, Lucas sangat alergi
dengan hantu. Dan aura kamar yang
hening, dan ditambah suara jangkrik yang mengepung telinganya, membuat ia
semakin ketakutan. Oleh karena merasa sudah tak tahan, akhirnya ia menelpon Sukri,
dan mengundang ke indekos untuk sekadar menemaninya.
“Halo,
ini dengan Sukri?”
***
Sukri
tertawa terbahak-bahak setelah melihat penampilan Lucas yang menggunakan kalung
bawang putih. “Kau tak mengerti, ini juga cara mengusir Hantu.” Kata Lucas
membela dirinya dari sindiran Sukri.
“Kok
peneliti percaya hantu sih.”
“Peneliti
juga manusia.”
“Iya,
tapi kan, seorang peneliti itu selalu bersikap ilmiah. Hal-hal yang belum bisa
dibuktikan secara ilmiah tak mungkinlah dipercayainya.”
“Jadi kau
mau bilang tak usah mempercayai hantu?”
“Kita kan
belum membuktikannya secara ilmiah. Kamu ini akademisi atau bukan sih.”
“Persoalannya,
sudah banyak yang diteror olehnya.”
“Tapi kan
bisa saja mereka hanya terpenjara oleh fantasinya. Sehingga hantu yang
sebenarnya ilusi, kemudian dianggap nyata.”
Lucas
hanya diam.
“Begini
saja,” Sukri melanjutkan pembicaraan, “Kita ke rumahnya Pak Syarifuddin saja.
Di sana dilangsungkan ritual pengusiran hantu. Siapa tahu dengan
menyaksikannya, kamu menjadi lega, dan akhirnya tercipta sugesti dalam
pikiranmu bahwa hantu itu benar-benar telah minggat. Gimana?”
Lucas hanya
mengangggukkan kepala.
***
Seperti
tadi siang, mereka hanya berjalan kaki menuju rumah Syarifuddin, namun sudah
tidak lagi diikuti oleh kawanan bocah yang keheranan dan takjub karena melihat
bule. Jalanan yang dilaluinya sangat gelap, karena tak ditunjang oleh lampu
jalan. Pun, terlihat sangat sunyi karena semua warga memilih nimbrung di
rumahnya masing-masing, apalagi dengan adanya rumor mengenai teror hantu,
pastilah di malam hari mereka tidak berani keluar, meskipun hantu ini sangat pandai menyesuaikan diri
dengan situasi. Sebab di siang hari, ia juga bisa melakukan teror.
Di
tengah-tengah perjalanan, mereka berdua tetiba berhenti. Ada sesosok orang yang
sedang berdiri di tengah-tengah jalanan. Oleh karena gelap, mereka tidak bisa
mengenali orang itu. Pun, mereka hanya dibekali pencahayaan yang tak cukup
terang dari handpone-nya. Maka
pastilah tidak bisa digunakan untuk menerangi perihal yang jaraknya cukup jauh.
Maka
untuk memastikannya, mereka berdua melanjutkan perjalanan, sembari mendekati
orang itu. Dan setibanya di sana, “Ha...ha... hantuuuuuuuuuuuuu.....” Sukri berteriak
dan lari terbirit-birit pasca melihat orang itu. Parasnya sangat jelek, seperti
wajahnya dipenuhi bisul. Rambutnya panjang menyentuh tanah. Sedang pakaiannya
serupa gamis berwarna putih, sangat kotor dan kumuh. Dia sangat menakutkan.
Dialah hantu itu. Tapi yang aneh adalah, Justru Lucas tidak lari. Padahal hantu
itu sudah jelas ada dihadapannya.
“Kata Sukri ada hantu tapi kok aku tidak
melihatnya.” Lucas mengarahkan penglihatannya di setiap penjuru. Tapi tidak melihat
apa pun, seperti batu yang melayang, atau ranting pohon yang melayang. Kemudian
dia berkata, “Maaf, anda siapa?”
“Akulah
hantunya.”
Lucas
hanya diam, sambil memandangi hantu itu.
“ Kamu
tidak takut yah?” Kata hantu itu.
“Hahahaha...jangan
bercanda begitu. Nanti hantunya benar-benar datang”
“Akulah
hantunya, Bego!”
“
hahahahaha... hantu itu pakai jas hitam, wajahnya pucat pasih, dan memiliki dua
taring.”
Hantu itu
kebingungan. Dia akhirnya berlalu, meninggalkan Lucas seorang diri.
Komentar
Posting Komentar