Zaman, Kisah
![]() |
Foto: Deviantart |
Zaman
Hidup
di antara derap zaman ini adalah mendengarkan iringan langkah kaki yang sedang cemas.
Kita
hidup di suatu rombongan perjalanan yang begitu cepat, menyisakan jejak saling menimpa, dan meniadakan.
Tapi
akhirnya orang-orang bisa khawatir, ketika di tiap perjalanan menyisakan luka
yang menganga.
Seperti
berlari cepat di ruang simulakra, tapi entah mengapa kita harus
saling menikam.
Atau
seperti hidup di antara beton-beton kukuh, juga di jalanan beraspal, yang
kegagahannya tak bisa menjamin suatu kehidupan.
Pada
akhirnya jalan ini tak sunyi lagi, kawan.
Juga....
ada saat kita mesti mendengar denyut nadi kita yang terburu-buru, dan menelan air keringat kita sendiri.
ada saat kita mesti mendengar denyut nadi kita yang terburu-buru, dan menelan air keringat kita sendiri.
Saat
mengetahui, kita akan selamanya hidup dalam kekhawatiran.
[Jipang,
2017]
Kisah
mungkin
hanya miliaran, atau triliunan debu itu
yang
menyimpan kisah tentang orang-orang lahir maupun mati
di
balik tembok-tembok retak itu
atau
hanya ranting-ranting kering di pepohonan ringkih, lekas menua
yang
bisa bertutur soal hikayat ternak membusuk, dan tenggorokan berdebu
di Gurun Dahar
aku
sempat memandangi
di
belakang mereka, ada sebuah lorong gelap
fatamorgana, menyata di kedua bola mata yang sedang hujan
lorong
gelap itu seperti melebar, dan menelan cahaya
di
lorong gelap itu
satu
per satu dari mereka lenyap jua, bersama partikel-partikel cahaya
tak ada yang tahu pasti kapan takdir merengkuh hidup seseorang
apa yang mungkin diketahui
orang-orang hidup di tanah tandus itu, selalu bermula dari harapan
orang-orang hidup di tanah tandus itu, selalu bermula dari harapan
yang
melampaui batas langit
[Panrita,
2017]
Komentar
Posting Komentar