Kampung Halaman




Kau tahu apa yang paling kurindukan saat hendak pulang ke kampung halaman? Selain kedua orang tua, ialah hamparan sawah di depan rumahku. Aku lahir di Kabupaten Pangkep. Maka ia selalu aku sebut kampung halaman karena aku tumbuh besar di daerah tersebut, meskipun kedua orang tuaku berasal dari kabupaten yang berbeda; Enrekang. Tapi bagaimana pun juga, Enrekang adalah daerah yang sering kusebut sebagai kampung halamanku juga. Sebab, setiap musim libur aku tidak pernah lupa untuk mengunjunginya dan menetap dalam waktu yang lama, dan juga kedua orang tuaku sudah lebih sering menetap di sana mengurusi kebun-kebunnya, sejak bapak pensiun dalam dunia kerja. 

Sejak beraktifitas di kota  Makassar, aku sudah jarang untuk mengunjungi kampung halamanku, pangkep. Padahal jarak antara Makassar dan Pangkep tak lebih dari dua jam belaka: jarak yang sebenarnya tak terlalu jauh. Tapi hari ini adalah suatu kesyukuran. Aku bersama seorang teman, menyempatkan menginap satu malam di Pangkep, sekadar beristirahat guna melanjutkan kembali perjalanan ke Barru ke esokan harinya.

Dan sang fajar telah merekah, pagi menyambangi aktivitas manusia. Kau tahu? Aku tak pernah lupa untuk nimbrung teras yang terdapat di lantai dua rumahku saat matahari pagi telah menampakkan kilaunya. Untuk apa? Selain, menikmati racikan teh sendiri, tentunya memandangi hamparan sawah yang pas di depan rumahku. Hamparan sawah itu, bagiku sangat memanjakan mata, sebab kali ini ia ditumbuhi tanaman padi yang hijau. Inilah momen yang paling kunanti-nanti saat hendak pulang ke kampung halaman. Dan soal ini, aku punya alasan sebenarnya.  Bayangkan saja, aktivitas keseharian di kota selalu disertai dengan udara yang tidak sehat. Rasa gerah tidak pernah absen dalam hari-hari hari-hariku di kota oleh karena polusi. Dan gedung-gedung yang kian hari kian “menjamur” menambah rasa panas.  Maka bukan alasan yang lucu sebenarnya ketika aku sangat menantikan datangnya hari, di mana aku bisa merasakan kesejukan ladang sawah di depan rumahku.

Aku memang begitu. Saat aku sudah tidak tahan dengan suasana kota, yang terbesit dipikiranku hanyalah pepohonan, ladang sawah, kebun-kebun bapak di Enrekang, dan puncak gunung. Maka itulah mengapa saya sangat merindukan rumah, merindukan hamparan sawah yang segar,  saat sudah merasa tercekik oleh polusi udara kota. Atau intinya, aku rindu cakrawala alam bebas jika sudah demikian keadaannya. Maka sebenarnya, tak hanya rumah belaka yang menjadi rujukan pelarianku, tapi apa pun yang disebut alam bebas.

Soal alam bebas yang asri, Pangkep juga tak kalah dengan daerah yang lainnya. Dan aku sempat berpikir, andai saja aku punya banyak waktu di sini, mumpung menginjakkan kaki di daerah ini, aku ingin menjumpai semuanya: permandian umum Leang Kassi, air terjun Tondong Tallasa dan Tabo-Tabo, dan puncak gunung Bulusaraung. Namun sayang, sore ini aku harus ke Barru, dan mungkin setelah ini langsung ke Makassar lagi. Mudah-mudahan kedepan, aku punya banyak waktu untuk menjumpai panorama alam yang indah itu. Sebab, ini penting bagi saya, bahwa terkadang aku dibuat jenuh oleh suasana kota. Kalau sudah seperti itu, pilihanku hanya satu: mengunjungi alam bebas.

Komentar

Populer Sepekan