Refleksi
![]() |
picture by http://langitilahi.com/11489 |
Kawan,
Bisakah kau mengulum kata-katamu itu, kurunglah sejenak pada lipatan-lipatan
lidahmu. kurasa malam ini begitu mesrah rasanya bila hanya gelap pekat kosong yang
mengitari kita. Sebab menurutku, kata-kata memang bisa melahirkan suasana yang
bersahabat saat menyembul gegap gempita, memecah hening. namun ada masa dimana
kata-kata tak mesti untuk ditutur, jika suasana terasa begitu nikmat bila hanya
desir angin dan hening yang menghiasi. Kuharap kau tak tersinggung, dan mari
biarkan malam menyembul pendar-pendar cahayanya, hingga kita terpukau kemudian
melebur pada jiwa masing-masing.
Kawan,
tuturan konsepku Memang terdengar agak individualistik, juga terasa pertemuan
kita malam ini seperti tiada guna, namun saya hanya ingin mengajakmu untuk
memasuki semesta jiwa kita masing-masing kemudian memeriksa segala yang kotor
dan memberatkan di dalam permukaannya, agar esok ketika fajar merekah kita
dapat melanjutkan perjalanan hidup kita dengan suasana emosi yang begitu damai,
memilih lorong-lorong yang benar, menjejakinya dengan langkah yang berani.
Dan mari
refleksi...
ada baiknya kita turut merasakan dalamnya
keheningan pada laku pertapaan dalam semesta jiwa kita. sebab kita telah
terlampau sering untuk menjelajah bak seorang pengembala, merasakan hingar
bingar kehidupan, bersama, kadang berirama, kadang tertatih. Cobalah proyeksikan
napaktilas perjalanan yang kita jejaki bersama, pernahkah kita sejenak merasa
bersalah pada langkah hidup kita? Disaat segala yang duniawi kita kulum
bertalu-talu dengan manis layaknya seorang yang tengah larung pada nikmatnya
candu.
yang duniawi memang tak selamanya adalah medan landai yang dapat melengserkan kita jauh kedalam jurang, namun bila ia telah menjadi candu, baru benar ia sebuah perangkap, yang memabukkan, memecah kesadaran, hingga membuat kemanusiaan kian ranggas dan perlahan jatuh berguguran kedasar jurang. Bukankah perihal ini pernah kita dapati dalam perjalanan hidup kita?
sedianya
aku selalu cemburu pada malam. Ia selalu tenang, tak pernah berhadap-hadapan
pada kerasnya kehidupan, ia begitu damai. Namun kau selalu menolak itu dengan
berkata “Tuhan memang sengaja menciptakan dunia begitu dinamis agar kita
mengenal rupa aspek kehidupan. Bila kita berada di dalamnya dan hanya ingin
bergeming kaku maka apa gunanya hidup?”
kawan,
konsepmu saya anggap brilian. Namun kita telah begitu jauh melangkah dalam
dinamika hidup, mengembara dengan membawa kepastian yang begitu lamat-lamat,
hingga akhirnya terperosok jauh pada nikmat duniawi. Bukankah setiap langkah
perjalanan adalah bekal untuk belajar dan berbenah? Malam ini kita mesti
mencoba apa yang dulunya kita hindari; diam dalam ruang refleksi. Bisa jadi
dari sini kita menemukan makna hidup yang sesungguhnya, kemudian menjalaninya. Ya,
kawan, kita mesti berbenah kedunia yang baru. Bukankah bodoh kiranya bila
terjatuh dalam jurang yang sama? Kau dan aku tahu itu tapi kita seorang binal
yang selalu ingkar pada pemahaman sendiri. Mudah-mudahan esok saat fajar mulai
merekah, mata hati kita yang lama terkatup menjadi terbuka oleh nyala terang
yang nyalang dari pilihan hidup baru, kemudian mulai melangkah.
---Muhajir---
(pada terang lampu dan sepotong malam)
(pada terang lampu dan sepotong malam)
keren ka
BalasHapusthanks yaaa dinda...
BalasHapusirma nak KTP toh??/