Hikayat Penjual Ikan yang Membunuh dan Bunuh Diri
Jamot seketika tewas setelah perutnya ditusuk dua kali
dan dua kali pula di bagian dada dengan menggunakan badik oleh Arya. Nayawanya
tumpas setelah menjerit kesakitan. Setelah membunuh, Arya kemudian duduk di
sofa, dan memandang jasad Jamot dengan tatapan kosong — tatapan yang
membuatnya menyerupai psikopat.
Kejadian itu terjadi di rumah Jamot sendiri. Saat itu
Arya datang, mengetuk pintu, dan Jamot membukanya. “Arya…” Jamot kaget akan
kedatangannya, dan sempat berupaya menutup kembali pintu. Namun Arya langsung
menendang pintu tersebut, dan membuat Jamot ambruk karena terkena hantaman daun
pintu. Saat Jamot sedang lengah, Arya melakukan rencana pembunuhan itu.
Setelahnya, kita tahu, Arya kemudian duduk diam seperti membeku. Sehingga
hening menyambar suasana.
Masa-masa keheningan itu, terjadilah dialog antar
anggota tubuh Arya. Yah, mereka saling ngobrol, berdebat, saling tuding,
terhadap perkara kematian pemuda berkumis tebal itu. Asal kau tahu saja, ini
benar-benar terjadi, Bung! Kalau kamu bertanya, “Aneh, mengapa bisa?”
Pertanyaan itu susah dijelaskan. Peristiwa dialog antar anggota tubuh itu
mungkin semacam fenomena mistik, atau boleh dikata fenomena metafisika:
ringkasnya, semacam peristiwa yang tak terjelaskan oleh akal sehat.
***
“Celaka! Dia betul-betul membunuhnya. Kenapa pula kau
mencabut badik dipunggung Arya, Tangan Kanan!” kata Tangan Kiri yang tengah
geram, memulai percakapan.
“Aku….hmmm… “ Tangan Kanan gugup, tidak melontarkan
pembelaan yang panjang lebar.
“Sudahlah tidak usah menyalahkan Tangan Kanan. Kita
semua bersalah, bego!” Kaki Kiri menyindir Tangan Kiri.
“Alah… kau dan kekasihmu, Si Kaki Kanan itu yang lebih
bersalah. Kalau bukan kalian yang mendatangi Si Jamot waktu ambruk, ini takkan
terjadi,” timpal Tangan Kiri
“Terus, kenapa kalau kami yang lebih bersalah? Kami
memang menginginkan nyawanya kok!” Kaki Kanan memasuki arena perdebatan. “Dan,
yang di atas sana! Kenapa kalian diam-diam saja?” Kaki Kanan menyentil anggota
tubuh di bagian kepala.
***
Tentu sentilan Kaki Kanan itu adalah sindiran untuk
anggota tubuh di bagian kepala. Akar persoalannya bermula dari mereka: Mata
Kiri, Mata Kanan, Telinga Kiri, Telinga Kanan, Hidung dan Mulut. Suatu hari
Arya mengunjungi warung bakso di sekitar Palampang, sekadar mengisi perutnya
yang keroncongan. Kali ini dia pergi berjualan ikan di pasar dengan tidak
membawa bekal, jadi harus makan di warung. Di saat itu, tetiba dia melihat
Jamot bersama Nyala, yang sebenarnya adalah pacarnya sendiri.
Kesaksian itu bermula saat Arya sedang asyik-asyiknya
menyantap bakso. Tak lama kemudian, Arya memerhatikan mereka yang tepat berada
di depannya, yang dirasa tak asing baginya, sementara mereka membelakangi Arya.
Mereka sedang duduk berdua, juga menikmati sajian bakso. Awalnya Arya belum
memastikan identitas keduanya. Cuma, keenam anggota tubuh bagian kepala itu
segera merangkum pengalaman atas dua orang yang terduga itu, dan memastikan
pada Arya bahwa mereka adalah Jamot dan Nyala. Mula-mula hidung Arya mencium
bau parfum yang sangat dikenalinya; wangi parfum khas Nyala. Dia kemudian
menatap wanita itu, sekadar memastikannya. Dia hanya memandang dari arah
belakang saja.
Semakin mulai terungkap identitas perempuan itu saat
Arya mendengar suaranya. Suara itu benar-benar tak asing baginya. Dia kemudian
memantapkan dugaannya saat kedua orang itu saling menoleh berhadapan, dan
saling tatap. Arya melihat dengan jelas: benar, itu adalah Jamot dan Nyala.
“Jamot…Nyala…” Arya menyapa keduanya, dan seketika
mereka menoleh ke arahnya. Tapi kau tahu apa yang terjadi? Mereka tidak menyapa
balik. Justru mereka langsung meninggalkan tempat itu tergesah-gesah, dengan
menggunakan motor matic pengeluaran paling anyar. Arya mencoba mengejar mereka,
tapi takmungkinlah tergapai jika hanya bermodalkan sepeda kumbang belaka. Tapi,
mengapa mereka kabur begitu saja? Oh, Itu sudah jelas. Jamot tahu kalau Arya
berpacaran dengan Nyala. Sedangkan Arya menyaksikan kemesraan Jamot terhadap
Nyala. Apalagi dia sempat menyuapkan sebiji bakso ke mulut Nyala, dan pastinya
disaksikan langsung oleh Arya.
Nyala lebih-lebih akan merasa malu. Sebab, perempuan
yang bekerja sebagai kasir di salah satu toko barang campuran di Pasar Sentral
Pangkajene itu, masih berstatus pacaran dengan Arya. Itulah mengapa keesokan
harinya, Nyala lebih dulu dikunjungi Arya, untuk memperjelas hubungannya dengan
Jamot. Tapi saat Arya mengunjungi indekos Nyala, ia tidak dibukakan pintu oleh
pacarnya sendiri, berapa kali pun ia mengetuknya. Saking Arya sudah merasa
jengkel, sempat ia menendang pintu berulang-ulang kali. Ia kemudian berhenti
saat tetangga indekos Nyala keluar dari kamarnya untuk melihat apa yang
terjadi.
Sekiranya Jamot lebih lalai ketimbang Nyala. Sebab
saat kedatangan Arya di rumahnya, justru ia membukakan pintu untuknya.
Entahlah, itu suatu keteledoran atau bukan. Sebab Arya mengetuk pintu dengan
pelan, agar tak mengundang kecurigaan. Itu berbeda saat Arya di indekos Nyala,
ia langsung mengetuk pintu dengan keras, sehingga pastilah mengundang
kecurigaan pada Nyala. Pun, pintu Jamot tak dibekali lubang kecil untuk
mengintip tamu dari luar. Berbeda dengan indekos yang dihuni Nyala yang
pintunya dibekali lubang kecil, sehingga Nyala bisa mengintip tamu dari luar.
Tapi apa boleh buat. Waktu tak bisa diputar kembali, dan ajal memang tak bisa
diterka kedatangannya. Ia tewas menyedihkan, oleh seseorang yang dibakar api
cemburu yang berlebihan.
***
“Hei! Ingat yah, kami ini hanya menjalankan tugas
sebagai anggota tubuh. Makanya kami tidak peduli kalau Jamot itu mati atau
tidak, bahkan tidak peduli kalau kami ini dalang dari semuanya. Kami cuma
menjalankan tugas kok!” Si Mulut mulai berkomentar, sekadar mewakili para
anggota tubuh di bagian kepala lainnya, untuk menangkis tuduhan Kaki Kanan.
“Oke, Sudah!” Tangan Kiri mulai berbicara kembali.
“Begini saja. Kita bereskan mayat ini. Kita sembunyikan di tempat di mana
orang, bahkan polisi sekalipun tidak mengetahuinya.”
“Betul juga. Kita harus bertindak cepat,” sahut Kaki
Kiri.
Sebenarnya ada yang mereka tidak pahami, selain para anggota tubuh di bagian kepala. Mereka lupa kalau mereka hanyalah instrumen biologis yang bertindak jika menerima perintah dari kesadaran Arya. Maka dari itu, Si Mulut berkomentar lagi, “Lagi pula, kalian juga tidak punya kehendak untuk mengontrol Arya. Ingat, kita semua digerakkan oleh kesadaran Arya. Makanya, terdengar lucu ketika kalian merasa bersalah, padahal yang melakukan itu Arya. Bukan kalian. Kita ini Cuma alat, Kawan!”
Serentak mereka diam mendengar perkataan Si Mulut.
Perkataan yang membuyarkan imaji mereka akan kehendak dan kebebasan: suatu
sifat yang tak pernah mereka miliki. Di saat-saat seperti itu, tetiba Tangan
Kanan mengacukan badik, yang dari tadi masih digenggamnya. “Kau mau apa?” Kata
Tangan Kiri. Tanpa berucap sepatah kata pun, Tangan Kanan melesatkan badik ke
tubuh Arya, dan berkali-kali menusuk dadanya. Arya tumbang sambil mengucapkan
kata terakhirnya, “Yah, aku miskin, aku tak punya motor….” Ia mati seketika,
diikuti oleh setiap anggota tubuh lainnya. Kasihan. Lelaki malang ini,
kematiannya sungguh menyedihkan.
***
Sekitar lima menit kematian Arya, Nyala datang ke
rumah Jamot. Dan, “Aaaaaaaahhhh….” Nyala seketika berteriak melihat kedua
pacarnya mati. Sehingga ia keluar dari rumah dan berteriak meminta pertolongan
dengan suara yang sangat keras. Beberapa tetangga Jamot keluar, dan
berbondong-bondong datang ketempat kejadian. Sedangkan Nyala hanya bisa lari
ketakutan, dan keluar dari rumah Jamot dalam keadaan mual. saat dalam keadaan
cemas, ia lantas menelpon seseorang. “Halo Rudi sayang, kamu sekarang di mana?
Bisa jemput aku di Bambu Runcing? Jangan lupa bawa mobil yah. Kelihatannya
hujan mau turun.”
10 detik kemudian, Nyala berlari menuju Bambu Runcing,
sesekali terjatuh, dan bangkit lagi, berlari lagi[]
[Pangkep, 2016–2017]
Komentar
Posting Komentar