Hoax dan Pikiran yang Seperti Jalan di Musim Gugur
Pikiran kita di
era media sosial (medsos) senada dengan satu aforisme Franz Kafka, “Seperti
jalan di musim gugur: tidak lebih cepat dibersihkan daripada sekali lagi
dikotori dengan daun yang berguguran.” Dan di ruang medsos, hoax adalah daun
yang gugur itu. Ia tersebar dan tumpah ruah di setiap pikiran-pikiran
masyarakat. Mengotori dengan mudah. Lantas sukar dibersihkan oleh kita yang pikirannya
dikotori, dan oleh mereka yang mengotori pikiran kita: membersihkannya, memakan
waktu lebih banyak ketimbang upaya untuk mencemarinya.
Yah, banyak
orang yang kelihatannya semakin susah membersihkan kepalsuan yang berhamburan
di pikirannya. Karena niat untuk membersihkannya dengan informasi yang kredibel
itu yang susah: kita tak mau berupaya berpikir keras untuk menimbang-nimbang
dan memilah-milah dengan hati-hati segala informasi yang mewedar di akun medsos
kita.
Kita lebih
percaya pribadi sang penutur—karena adanya persamaan ideologi, juga persamaan
kultural dengan kita—daripada apa yang dituturkannya. Bahwa kita anggap ia
sudah berujar dengan benar, karena ia adalah “ini”, “itu”, atau “si anu”.
kemudian,
pikiran-pikiran yang ditimbuni hoax itulah yang bakal memiliki pandangan yang
kabur, karena telah menjelma menjadi pikiran-pikiran yang tertutup: sukar
menerima diskursus yang berbeda dari yang disampaikan oleh “ini”, “itu”, atau
“si anu”. Pikiran-pikiran itu pula yang kemudian sangat mudah menuduh-nuduh
tanpa pertimbangan yang matang dan berwawasan.
Sedang, mereka
yang mengotori pikiran kita, kian hari kian banyak menghuni ruang medsos.
Mereka sedikit banyak tanpa identitas yang jelas: anonim (tanda-tanda orang
yang tidak bertanggung jawab). Mereka ini juga sukar amat membersihkan
kepalsuan-kepalsuan yang mengerubuni banyak pikiran, bahkan tak ada upaya untuk
meluruskan perihal hoax yang disebarkannya ketika sudah terbukti kepalsuannya.
Karena itu
sudah jelas. Mereka ini memang hadir untuk menodai cara bernalar. Mereka lebih
senang pikiran-pikiran itu tetap kotor, supaya bisa diajak untuk melakukan
hal-hal yang kotor juga: minimal menjadi partner penebar hoax secara iklas dan
sukarela.
Kawan,
kehidupan kita semakin terancam! Keadaan fitnah-memfitnah ini pernah
digambarkan secara tragik oleh Orwell dalam Animal Farm, sebagai peretak
hubungan antar sesama, dan awal mula kehancuran suatu tatanan, dan mestinya
kita sadar akan hal itu. Animal Farm menceritakan, di suatu kehidupan
Peternakan Binatang yang makin murung dan ironis, tiranik dan ketimpangan
dibuat semakin banal di hadapan para masyarakat binatang dengan cara
menginjeksi mereka dengan Hoax.
Squealer, babi
licik inilah yang bertugas mengotori pikiran-pikiran masyarakat binatang dengan
informasi bohong, baik untuk mempertahankan kepercayaan mereka terhadap wibawa
kepemimpinan Napoleon ketika mereka mulai curiga terhadap
kesewenang-wenangannya, maupun untuk melempar sepenuhnya pada Snowbal terhadap
keadaan pahit dan tertindas yang mereka rasakan.
Hingga pikiran
mereka sudah amat tercemari, pikiran mereka kemudian makin tertutup dan amat
mudah menuding. Keadaan itu digambarkan Orwell dalam suatu adegan yang
menyedihkan. “Jika sebuah jendela pecah atau saluran air tersumbat, sudah pasti
ada yang bilang bahwa Snowball datang tadi malam dan melakukannya, dan ketika
kunci gudang pakan hilang, seluruh peternakan itu yakin bahwa Snowball telah
melemparkannya ke dalam sumur. Menarik juga, mereka tetap percaya ini bahkan
setelah kunci yang hilang itu ditemukan di bawah sebuah kantong pakan.”
Apa yang
digambarkan Orwell persis seperti era kiwari. Hubungan antar manusia semakin
renggang, tegang, dan rentan konflik hanya karena sikap benci tanpa dasar yang
tumbuh gegara Hoax. Ketakutan kita pada akhirnya adalah, kita kemudian sudah
saling menghancurkan bahkan sebelum dihancurkan oleh aktor-aktor eksternal yang
memiliki kepentingan lebih besar.
Komentar
Posting Komentar