Beberapa Hal yang Perlu Diluruskan dari Satu Artikel di mojok.co Mengenai Orang (Indonesia) Timur
Kemarin,
guna mengalihkan pikiran saya dari es kelapa muda agar tidak membatalkan puasaku, saya membaca salah satu artikel yang dimuat
oleh mojok.co yang ditulis oleh Muksin Kota mengenai sisi lain orang (Indonesia)
timur. Saking seriusnya saya membaca, membuatku menjadi segar dan kembali fit. Dan artikelnya memang sedikit lucu. Yah,
sebagaimana kebanyakan artikel mojok.co yang selalu bikin cekikikan sendiri
kayak orang gila, artikel tersebut tergolong cukup berhasil.
Tapi ada
yang ganjil. Dan keganjilan itu semakin jelas bagi saya saat membaca status
fesbuk Jamil Massa yang mengomentari artikel tersebut (dan menjadi inspirasi
dari tulisan ini). Dalam artikel tersebut, saya justru tidak melihat sebuah pembelaan
terhadap stigmatisasi publik mengenai orang Indonesia timur. Justru saya
melihat tulisan itu adalah suara inferioritas orang timur. Hanya
menambah-nambah alasan kekerdilan orang timur di atas yang lain. Kok orang
timur selalu diidentikkan dengan ciri fisiknya! Udede... Tabe’ Daeng! Sepertinya saya tidak terima generalisasi seperti yang
dipaparkan dalam artikel tersebut. Seolah-olah ciri fisik orang timur secara
menyeluruh seragam satu sama lain, padahal faktanya tidak seperti itu.
Dan untuk
apa juga membahas orang timur dengan menyertakan ciri fisiknya? Selama ini saya
tidak suka jika orang timur selalu dibahas dengan cara seperti itu. Apalagi
jika diakui sendiri dalam artikel tersebut, ciri fisik orang timur sangat
menyeramkan, jelas ini adalah perihal yang miris. Hal tersebut justru tidak menyelesaikan
persoalan rasisme yang selama ini menjangkiti orang Indonesia. Maka, jika
mengulang-ulang kembali stereotip orang timur melalui ciri fisik dan segala
perihal yang jelek di dalamnya, tidak menyudahi rasisme itu sendiri. Justru
orang-orang semakin tambah yakin mengenai sisi kurang dan rendahan dari
karakter fisik orang timur.
Padahal
ciri fisik seseorang selalu menandakan kelebihannya. Orang kulit hitam menjadi
unik dan berharga karena dia kulit hitam, Bro. Kalau berkulit hitam itu
dianggap berwatak keras, menyeramkan, apalagi jelek, ngapain juga Agnes Mo
menghitamkan kulitnya? Sama halnya begini: jika orang dianggap jelek karena dia
keriting, ngapain juga Lee Min Ho, artis Korea yang membuat cewek alay
Indonesia bermimpi mempersuami orang Korea, mau mengkeritingkan rambutnya? Sebagaimana
orang pincang menjadi unik dan berharga karena dia pincang. Sebab Ia bisa
melakukan hal yang tidak bisa dilakukan oleh orang normal: beraktivitas dalam
keadaan pincang. Iye’ toh?
Sebenarnya
Muksin Kota memulai artikelnya dengan sangat brilian. Memaparkan dan mengkritik
perlakuan diskriminatif dalam pemahaman orang-orang bahwa orang timur selamanya
jahat. Namun, sayang sekali di lain kesempatan, dia membenarkan hal tersebut
dengan mengatakan “Hanya saja perlu dimaklumi, perantau-perantau dari timur
biasanya kebanyakan datang tanpa membawa bekal yang cukup. Sehingga kalau
mereka kelaparan, kerja apa saja dilakoni, termasuk jadi tukang palak dan
sejenisnya”.
Nah, ini
dia, orang timur dianggap sangar, tukang palak, pelaku kriminal, dan anda
bilang hal seperti itu harap dimaklumi? Ya ampun! memahami orang timur sebagai
yang sangar, yang penjahat dan blablabla... apa pun tipologi negatif yang anda
sertakan, bagi saya terlalu lebay. Apalagi
di lain kesempatan, artikel tersebut mengatakan para mafia senang merekrut
orang timur karena jahat dan sangarnya. Aduh, tidak semuaji deh orang timur
begitu! Dan, apa juga yang perlu dimaklumi? Jika orang timur dianggap bermental
jahat (artinya tak beradab), maka harus diketahui, pemikiran seperti itu adalah
konstruksi mental yang terus menerus dibangun dan disebarluaskan, dan
ditanamkan dari generasi ke generasi.
Orang-orang akhirnya selalu memandang
orang timur sebagai manusia yang tidak beres pribadinya, itu karena
mentalnya sudah diaduk-aduk menjadi kesadaran rasis.
Saya
pahami, Muksin Kota berangkat dari pengalaman bahwa orang timur itu
galak-galak, sangar dan berbahaya. Tapi perlu diingat bahwa karakter kayak
begitu bukanlah sesuatu yang hadir begitu saja: bukan perihal yang alamiah. Namun terbentuk oleh desain dari lingkungan sosial
dan budayanya.
Di sini kita bisa menohok pemerintah. Dalam
hal ini, pemerintah belum cukup prihatin
terhadap kondisi sosio-kutural di daerah timur, khususnya di beberapa daerah di
Maluku dan Papua. Seperti meningkatkan kualitas pendidikan, agar orang-orang
timur yang belum maju secara kebudayaan, bisa diubah melalui sistem pendidikan
yang layak. Cuma kan, bagaimana hal demikian bisa terjadi jika sistem pendidikan,
khususnya di daerah pedalaman, masih belum berkembang. Gurunya saja terkadang
cuma masuk sebulan sekali: cuma menengok murid-muridnya apa masih hidup atau
tidak. Jika seperti itu kondisinya, sampai ditemukannya misteri alien yang hidup
di planet antah berantah, enggak mungkin bisa maju kebudayaan anak bangsa di timur sana.
Jadi, tabe’ Daeng. Jika menyebut orang timur
dengan tipologi negatif kayak begitu, yang dianggap harap dimaklumi, maka sama
halnya semakin mempertahankan stereotip klasik orang lain terhadap orang timur.
Makanya saya heran, tulisan tersebut kan dibuat untuk memperbaiki citra orang
timur tapi kok justru membenarkan segala stereotip yang selama ini berkembang
di dalam masyarakat luas.
Dan, it’s Okay. disitu disebutkan sisi lain
dari orang timur yang (katanya) jarang diketahui orang-orang. Bahwa orang timur
itu bisa romantis, orang timur itu menghargai perbedaan keyakinan. Tapi kan
lucu jika ingin menambal yang retak dalam pemahaman orang, tapi justru kita
sendiri yang membuat lagi retakan baru. Jujur saja, membaca artikel dari Muksin
Kota, membuat saya gagal paham dan sesekali membikin saya geleng-geleng kepala,
meskipun berhasil membuat saya cekikikan sendiri.
Komentar
Posting Komentar