Hannah Arendt


Pernah suatu waktu, saya menonton film yang berjudul in darkness. Film tersebut bercerita tentang penyelamatan sekelompok kecil orang Yahudi di bawah kekuasaan Nazi di Polandia. Di masa itu, Polandia turut dikuasai oleh Nazi dan kaum Yahudi yang bermukim dibantai dengan bengis. Namun ada beberapa orang Yahudi yang berhasil selamat. Itu disebabkan karena mereka bersembunyi di saluran air bawah tanah dengan sangat hati-hati dan dirahasiakan. Sampai suatu ketika Nazi tumbang, mereka akhirnya keluar di tempat persembunyian yang ditinggalinya selama bertahun-tahun.


Nazi memang penuh dengan Kisah tragis. Kisah  darah Yahudi yang tumpah ruah, kisah imperialisasi tanpa ampun, semuanya diukir dengan pedang dan senjata. Maka Tak berlebihan kiranya bila mengatakan bahwa kekuasaan Nazi nyaris tak tergoyahkan. kedigdayaannya  membuat napak tilas nazisme sulit terkubur oleh debu masa. Sebab kisah kediktatoran pada akhirnya akan terekam abadi dalam sejarah. Namun tahukah kalian, ditengah-tengah darah yang tumpah ruah oleh senjata pasukan Nazi,  Tak hanya melahirkan orang-rang yang patuh. Dibalik kebengisannya, lahir seorang perempuan yang berani berdiri tegak berhadap-hadapan oleh Hitler dan pasukannya.

Namanya Hannah Arendt. pemikir Politik berkebangsaan Jerman. Lahir di Linden, Hannover, 14 oktober 1906 sebagai keturunan Yahudi. Tentu saja hidup sebagai seorang Yahudi di dalam tekanan kekuatan politik Nazi bukanlah sesuatu yang menguntungkan. Telah beberapa kali ia telah mengalami pendiskrimnasian sampai nyaris kehilangan nyawa hanya karena satu tanda yang terpatri dalam dirinya; yahudi.
.
Diskriminasi ras pernah dirasakannya pada saat ia ingin menulis habilitasi sebagai prasyarat untuk mengajar di universitas Jerman, ia dihalangi sebab ia adalah seorang Yahudi. Atas perlakuan itu, terpaksa ia pindah ke Prancis. Disana ia selama 6 tahun bekerja membantu pengorganisasian pengiriman anak-anak pengungsi Yahudi ke Palestina. Ia turut serta didalamnya Bukan karena iya Yahudi, namun semata-mata atas nama kemanusiaan. tapi lambat laun sebagian besar wilayah Prancis di kuasai Nazi, dan kalangan yahudi dideportasi kamp-kamp pembuangan. Juga di Prancis, ia pernah bersama dengan kelompok perempuan Yahudi ditahan dan hampir saja dibawa ke kamp pembantaian andai saja tak cepat dibebaskan. Kondisi demikian memaksa Arendt pindah ke Amerika Serikat dan menetap disana sampai ajal tiba.

Sejarah hidup Arendt adalah kisah yang tak biasa. Hidup dalam tekanan, kecemasan Dan bayang-bayang kematian bukanlah hal yang enteng. Namun  Arendt bukanlah seorang yang dapat takluk oleh sistem tiranik. Keperempuanannya tak menuntut ia harus menjadi layaknya Cindrelella yang cengeng dan lemah gemulai. Justru pada akhirnya situasi kian membentuk sikap hidup dan cara berpikirnya, hingga menghantarkannya menjadi pemikir yang kritis dan berani. segala praktek politik diskriminatif dan penguasaan secara represif ditentangnya dengan keras. Sebab tindakan demikian  hanya akan membuat kemanusiaan kian tak bernilai.

Namun Nazi bukanlah satu-satunya Rezim totaliter yang ia saksikan dimasa hidupnya. Kala itu, situasi politik Eropa mengharuskan setiap negara memilih kekerasan dan teror sebagai modus menguasai dan mengendalikan. Dari sinilah Arendt berpendapat bahwa politik dewasa ini telah kehilangan hakikatnya. Politik hanya dimaknai dalam kategorinya yang bersifat privat; pemaksaan dan pengendalian dengan cara apapun untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Maka tak heran bila praktek politik selama ini  mengatur tatanan masyarakat dengan karakteristik pengaturan yang bersifat privat. Sebab menurut Arendt, makna politik sebagai penguasaan, pengendalian dan kekerasan telah menjadi semacam common sense.

Bagi Arendt, bahwa penguasaan, pengendalian, kekerasan justru adalah antipolitik yang sebenarnya. Sebab menurutnya politik yang hakiki bila ia takzim pada kemanusiaan. politik tak boleh mengatur tatanan masyarakat dalam kategori pengaturan yang bersifat privat. Ia seharusnya membuka dimensi pluralitas dalam tatanan masyarakat agar kekerasan tak dimungkinkan untuk hadir mencederai siapapun dan semua orang dapat terealisasikan hak-hak hidupnya.  Sebab menurut Arendt tatanan masyarakat adalah ruang publik. Karena ia adalah ruang publik maka ia adalah ruang penampakan, ruang dimana segala sesuatu diperbolehkan untuk dilihat dan didengar juga berpeluang terpublikasikan seluas-luasnya. Tempat dimana manusia dikenali dan dihargai sebagai manusia. ia juga adalah dunia bersama; ruang pluralitas, dimana ke-aneka-ragam-an dapat hidup harmonis hingga masyarakat dapat saling menghargai sesama.

Menyimak Arendt seketika membawaku berpikir akan kondisi bangsa ini. kondisi perpolitikan bangsa sering kali diwarnai oleh prektek teror dan kekerasan. Hal ini dapat diamati dalam persaingan antar calon pejabat dalam merebut kekuasaan. Dalam dialektika politiknya, selalu saja menggunakan cara-cara yang tak manusiawi. bukankah perihal seperti ini sangat jauh dari apa yang diharapkan Arendt?

selain itu, bangsa ini  berkali-kali diwarnai oleh aksi pemaksaan, penguasaan, kekerasan dan diskriminasi pada minoritas. Kelompok ahmadiyah dan syiah telah cukup untuk membenarkan perihal tersebut. Dimana kedua kelompok tersebut seringkali menjadi korban kebengisan kelompok mayoritas. Padahal, sejatinya bangsa ini tak dirancang untuk kelompok tertentu saja. ia tak dirancang untuk memihak pada mayoritas. Semua warga negara apapun ras dan agamanya  memiliki hak untuk hidup aman dan mendapatkan perlindungan.

Hal ini mestinya membawa kita untuk belajar banyak pada Arendt. Setidaknya merefleksikan segenap modus berpikir dan bersikapnya. Sebab Arendt tak hanya mengajak kita untuk bersikap kritis pada rezim totaliter, namun yang namanya pemaksaan, penguasaan, kekerasan, diskriminasi dan yang lainnya mesti kita kritisi bersama. sebab tindakan tersebut tidak hanya ada pada rezim totaliter, namun juga ada pada setiap individu maupun kelompok tertentu. []

Komentar

Populer Sepekan