World Philosophy Day
kemarin, tepat pada hari kamis tanggal 21
november, adalah world philosophy day (hari filsafat se-dunia). UNESCO menetapkannya sebagai hari internasional karena menganggap pentingnya disiplin filsafat dalam menjalani kehidupan, terutama untuk
orang-orang muda. Karena filsafat adalah disiplin yang mendorong pemikiran
kritis, independen dan mampu bekerja menuju pemahaman yang lebih baik di dunia
agar setiap orang dapat menjunjung tinggi toleransi dan perdamaian.
terasa tak ada hingar bingar dan kemegahan pada momentum tersebut, seperti perayaan hari-hari besar yang lain. barangkali karena ia tak begitu populer dikhalayak banyak. namun tetap UNESCO selalu merayakannya dengan mengajak seluruh umat di dunia untuk selalu pada kondisi refleksi filosofis. tahun ini UNESCO memperingati momentum tersebut dengan mengajak manusia untuk tetap selalu bersikap inklusif. artinya boleh dikata bahwa world philosophy day hanyalah usaha yang mencoba membawa
kita pada refleksifitas. Bahwa manusia mesti menjunjung tinggi modus berpikir
filosofis; mendalam dan kritis. Agar manusia tetap berada pada sikap yang logis
dan bijaksana dalam menyikapi sesuatu. Sebab
era saat ini adalah era dimana manusia telah mengalami kelupaan akan hakikatnya
sebagai mahluk yang berakal. orang-orang telah terbiasa berpikir dangkal. Akibatnya,
manusia tak lagi memiliki kemampuan bernalar
dalam menghadapi laju realitas yang arahnya tak jelas kemana. Justru kini
realitas dibiarkan berada pada situasi yang pontang panting. Realitas seakan
bergerak cepat namun tak menentu arah perkembangannya. Akibat dari itu, realitas
menjelma pada aras yang tak normal. Hingga
orang-orang mengalami kesulitan membadakan antara realitas dan fantasi, antara
kebenaran dan kesadaran palsu, antara orang baik dan berpura-pura baik. Akhirnya
kita berada pada situasi yang ironi dan tunggang langgang.
Bergeraknya realitas pada aras yang tak normal juga
ditandai oleh menjamurnya semangat intoleransi. Pada etos intoleransi yang
tengah mengakar, represif terhadap yang berbeda dianggap sebagai suatu
kebaikan. Bukankah hal demikian tak normal adanya? Hal tersebut terjadi Sebab terlampau banyak orang-orang dengan
logika dangkal yang angkat bicara. Segala perbedaan tak dirundingkan dengan
akal sehat. Bahkan berpikir filosofis turut dibungkam. Akibatnya dalam menanggapi perbedaan, selalu
dengan asumsi yang penuh racau, tak punya landasan, hanya mengandalkan keyakinan
buta. Yang paling ekstrim bila perbedaan ditanggapi tidak dengan otak tapi
otot.
Sikap anti toleransi kian mengakar disebabkan oleh
memudarnya sikap hidup yang filosofis. berpikir kritis dan mendalam tak lagi
diutamakan dalam menyikapi sesuatu. Akibatnya perbedaan ditanggapi dengan
tindakan yang sangat jauh dari kebijaksanaan. Itulah mengapa, dalam world philosophy day, toleransi adalah
harga mati untuk dijunjung tinggi. sebab takzim pada perbedaan menandakan sikap
hidup yang filosofis, dimana nalar masih
difungsikan dalam menyikapi sesuatu secara bijak.
Harus kita akui berpikir mendalam dan kritis telah
membeku disetiap relung nalar manusia, pada diri kita semua. Alain badiou menyebut
perihal demikian sebagai menghilangnya hasrat filsafat diantaranya pemberontakan,
logika, universalitas dan risiko. Pada faktanya, apa yang diasumsikan Badiou
bisa jadi benar. Saat ini orang-orang tak lagi berani berkonfrontasi dengan
situasi yang karut marut. Logika tak
lagi fungsikan sebagai instrumen bernalar dalam menyikapi sesuatu. pun berpikir
universal mulai kian ditanggalkan. akhirnya sesuatu dipandang secara parsial
dan terpisah-pisah. Dan pada faktanya orang-orang mulai takut dalam mengambil
langkah yang penuh risiko. Apa yang dianggap benar dan salah tak berani untuk
digumam.
Tetap penuh harap bahwa kita semua kembali menggali
modus berpikir filosofis (mendalam dan kritis) dalam relung nalar kita.
Disinilah momentum world philosophy day
menemukan tempatnya. World philosophy day
tak meminta seiap manusia merayakannya dengan kemewahan dan hura-hura. Justru
momentum ini baiknya dirayakan dengan renungan, Refleksi atas hilangnya hakikat
diri, dan kemudian berusaha membangunnya kembali. Sebab dunia membutuhkan
orang-orang yang berfikir filosofis agar dapat menjaga lajunya pada aras yang
normal.[]
---Muhajir---
(selamat hari filsafat se-dunia)
Komentar
Posting Komentar