Membaca Kembali Fenomena Tawuran


Baru-baru ini Makassar diguncang oleh dua kasus tawuran sekaligus. pertama tawuran antara masyarakat, kedua tawuran antar mahasiswa UNM.  dari pertikaian tersebut korban pun berjatuhan. Namun ada perihal yang membuat kita mesti berpikir keras dan bertanya-tanya. Setelah tawuran antar mahasiswa terjadi, beberapa hari berikutnya gedung PKM (pusat kegiatan mahasiswa) UNM terbakar. Dari informasi yang berkembang, gedung tersebut terbakar  sebagai buntut dari konflik pada dua kubu Mahasiswa UNM.  Entah benar Atau tidak, yang pastinya kasus pembakaran Gedung tersebut mesti dianalisis lebih mendalam sebab penyebabnya. Apakah pembakaran gedung PKM murni sebagai efek tawuran ataukah hal-ikhwal yang lain. Begitu pun dengan kasus tawuran yang terjadi baik dikalangan masyaraskat maupun mahasiswa. penyebab konflik mesti dianalisis lebih mendalam dan kritis.

 Sebab berbagai macam informasi yang telah menyebar baik menyangkut akar konflik maupun pelakunya belum bisa dibenarkan secara pasti baik persoalan tawuran maupun persoalan kebakaran gedung PKM. Karena buntut dari penarikan kesimpulan yang terburu-buru akan berakibat fatal. Akibat yang pertama, bahwa orang yang tak bersalah bisa jadi tertuduh sebagai tersangka. Akibat yang kedua, penarikan kesimpulan yang terburu-buru akan rentan terjatuh dalam kesalahan. Dan efeknya masyarakat akan meyakini asumsi yang salah sementara faktor penyebabnya semakin sulit untuk terjamah.
 
Memang sangat disayangkan fenomena tawuran semakin marak terjadi dikota ini. hal ini pasti berimplikasi pada satbilitas sosial. selain semakin banyaknya korban berjatuhan, masyarakat pun akan semakin cemas terhadap situasi yang mencekam akhir-akhir ini. rasa takut masyarakat akan semakin tumbuh dan rasa aman pun semakin rapuh. Terkhusus kasus tawuran mahasiswa UNM,  yang pastinya akan memperpuruk citra UNM sebagai kampus yang rawan konflik. Bukan hanya itu, citra mahasiswa sebagai generasi intelektual juga semakin tercoreng.

 melalui implikasi yang sangat mengancam ini, sebenarnya menjadi penegas mengapa berbagai macam informasi menyebar keseluruh masyarakat. sebab kasus tawuran tak akan terselesaikan bila tak ada informasi yang pasti mengenai akar permasalahannya. Namun bukan berarti kita bisa seenaknya menyebar asumsi yang tidak dapat dipertanggung jawabkan. Penyebaran informasi yang menyimpang sudah bisa dipastikan kemungkinannya. Sebab informasi yang berkembang begitu banyak ragamnya yang tersebar luas  diruang publik. Sedangkan secaga logis tak mungkin ada informasi pada satu kasus yang kesemuanya benar secara bersamaan. Maka bisa jadi diantara berbagai informasi yang berkembang, ada diantara salah satunya yang mengandung kepentingan tertentu dan sama sekali tidak mengandung nilai kebenaran. itulah sebabnya menganalisis secara mendalam dan kritis fenomena tawuran yang terjadi adalah sesuatu yang sangat penting untuk dilakukan.

Dan marilah sejenak berfikir mendalam dan kritis atas konflik yang terjadi dibeberapa hari yang lalu. Untuk mengetahui pelaku konflik maka bukti-bukti mesti dihimpun. Karena melalui itulah justifikasi dapat dilakukan. Maka untuk masalah tersebut tak boleh kita secara arbitrer menjustifikasi pelaku sebelum ada bukti-bukti yang kuat. Namun setidaknya kita dapat menganalisis setiap probabilitas mengenai penyebab tawuran.

Ada kemungkinan bahwa tawuran yang terjadi berkat hadirnya stimulus dari luar yang melakukan konstruksi atas emosi dan kesadaran pelaku. Dalam banyak kasus, tawuran terjadi karena ada masalah yang timbul berkat tak terbagunnya sebuah kesepahaman yang kemudian berbuntut pada ketaktercapaiannya sebuah konsensus. Dan hasil akhirnya  adalah pertikaian. Kita bisa menarik sebuah hipotesa mengenai sumber konflik melalui analisis segi struktural, kultural dan psikologis.

Pada segi struktural, tawuran terjadi karena kelompok yang satu merasa telah didominasi oleh kelompok yang lain. Artinya kelompok yang terdominasi merasa inferior dimata kelompok yang mendominasi. Selain itu, Dalam segi struktural, kelompok yang bertikai bisa jadi akibat dari desain dari orang-orang tertentu. Sebab tak jarang suatu konflik terjadi karena telah diatur sedemikian rupa oleh oknum lain. Biasanya konflik struktural terjadi karena adanya perebutan kepentingan.

Pada segi kultural, tawuran sebagai jalan menyelesaikan masalah telah menjadi tradisi yang terbangun dari generasi ke generasi. Akhirnya segala masalah antar kelompok mesti diselesaikan melalui jalan kekerasan. Maksud dari tawuran sebagai tradisi yakni tawuran sebagai kebiasaan yang sering dilakukan dimasa lampu namun masih dipertahankan sampai sekarang. Konflik kultural sangat sering terjadi pada kelompok etnis dan kelompok yang menjadikan identitas sebagai suatu kebanggaan dan harga diri. Kadang disebabkan oleh sentimen kelompok.

Pada segi psikologis, mental yang terbangun oleh kelompok yang bertikai adalah mental agresi yang pembentukannya tak lepas dari konstruksi lingkungan. Maka bila ada stimulus yang menyulut emosi maka tindakan agresif akan terbangun pula. Kecenderungan kelompok yang bermental agresi selalu memandang manusia tak ubahnya seperti benda-benda yang tak punya jiwa, yang tak punya kemanusiaan. Erik Fromm menyebut perihal tersebut sebagai nekrofilia. Individu atau kelompok pada posisi tersebut, menganggap konflik dan tawuran adalah perihal yang menyenangkan. Maka tak salah bila kita menganggap yang bermental agresi atau nekrofilia adalah pihak yang selalu memulai pertikaian.

Entah dari sudut pandang mana anda menilai fenomena tawuran. Kita hanya bisa menetapkan setiap kemungkinan-kemungkinannya saja. Namun ada hal yang menjadi penting untuk kita refleksikan secara kritis. Bahwa masalah tawuran tak serta merta harus dibebankan semuanya pada para pelaku konflik.

Kasus tawuran yang terjadi dalam kubu masyarakat boleh jadi karena kegagalan pendidikan yang kurang memberikan pendidikan moral terhadap masyarakat. seharusnya selain membangun kecerdasan intelektual masyarakat, pendidikan juga mesti mampu membangun kecerdasan emosional masyarakat. pemerintah juga belum cukup sanggup menumbuhkan rasa toleransi pada warganya. Semestinya pemerintah memiliki andil besar dalam melakukan sosialisasi terkait hubungan persatuan dalam masyarakat.

Kasus tawuran dalam kubu mahasiswa pun seperti itu. bahwa konflik kerap terjadi dalam kampus karena tidak maksimalnya proses kaderisasi yang sifatnya kultural oleh lembaga kemahasiswaan terhadap kader-kadernya. Birokrasi juga mesti bertanggung jawab, sebab selama ini belum mampu menjadi orang tua kedua yang baik   terhadap mahasiswa. birokrasi belum maksimal dalam menata ikatan kekeluargaan dalam kampus.

Olehnya itu mengurangi kecenderungan tawuran adalah tugas kita bersama. minimal memperberbaiki diri sendiri terlebih dahulu. Hal ini penting sebab yang namanya tawuran adalah perihal yang sama sekali tak bisa dibenarkan. Karena efeknya sangat berakibat fatal baik dari segi kemanusiaan maupun dimensi sosialnya[]

---Muhajir---


Komentar

Populer Sepekan