Dostoevsky
Oleh: Muhajir
Bangsa yang baik adalah bangsa yang
menyejahterakan masyarakatnya. bangsa yang baik adalah bangsa yang aman dan
tentram. Ini adalah sebuah idealitas. Didambakan oleh semua meski tak
diungkapkan secara langsung. Itu di Karenakan kesejahteraan adalah harapan yang
fitrawi. Karena ia bersifat fitrawi, maka apabila tatanan bangsa mengalami
ketimpangan, maka kritik adalah tindakan responsif oleh masyarakat yang merasakannya. Itulah
yang dilakukan Fyodor Mikhailovic Dostoevsky (1821-1881) Seorang sastrawan yang
cukup masyhur dikalangan masyarakat Rusia. Dimasa hidupnya diselimuti keresahan
terhadap modernitas yang kian mendominasi Rusia pada zamannya. Modernitas
menjadi racun yang dengan perlahan membunuh tradisi Rusia, yakni tradisi dengan
etos kristen ortodoks. Akhirnya menciptakan huru-hara dalam tubuh bangsanya.
Sebelum Dostoevsky lahir ke dunia, modernitas
telah berkembang di Rusia. Modernitas telah menjadi daya tarik untuk solusi
kemajuan bangsa Rusia. Ialah Peter agung (1672-1725), seorang Tsar yang mencoba
untuk melakukan pembaruan pada bangsanya dengan cara memperkenalkan modernitas,
atau istilah yang terkenal pada saat itu
adalah reformasi. Maka Dimasa pemerintahannya, Tsar peter mengirimkan
siswa-siswa unggulan untuk belajar diluar negeri dengan tujuan mempelajari
sains dan teknologi yang berkembang di Eropa dan membawanya ke Rusia. Dan
seterusnya proyek itu dilanjutkan oleh Tsar Tsar lain setelah ia wafat.
Berkembangnya modernitas di Rusia masyarakatnya pun bertingkah laku
kebarat-baratan. Pola pikir masyarakat cenderung sekuler dan mempengaruhi
sikapnya terhadap tradisi. Namun nahas,
upaya reformasi hanya menyenangkan kalangan atas. Sedangakan kalangan bawah
masih mengalami penderitaan. Secara ekonomis masih banyak masyarakat pada saat
itu yang masih hidup pas-pasan, dan secara intelektual masih banyak yang
menderita buta huruf. Situasi tersebut seakan membenarkan perkataan Dostoevsky bahwa “kemanusiaan bangsa Rusia secara utuh tidak
dapat dicapai dengan kemajuan sains dan teknologi seperti dicanangkan Peter
agung dan para penerusnya”.Melihat situasi timpang tersebut, para intelektual
Rusia mencoba untuk mengkritik dan memberikan solusi terhadap permasalahan
tersebut. Muncullah sosialisme yang menjadi kerangka pemikiran pada saat itu
yang mencoba memperbaiki struktur-struktur sosial dan mengubah pemerintahan
menjadi pemerintahan berbasis kerakyatan. Namun Dostoevsky tidak sepakat
terhadap cita-cita sosialisme Rusia dan menganggapnya sebagai sosialisame
materialis. .ungkapnya, “sosialime seperti itu
Hanya akan memberkalkukan manusia sebagai sel-sel belaka dalam
organisasi sosial”.
Pergulatan pemikiran menjadi hangat
pada saat itu diakibatkan efek dari dorongan konteks Rusia. Semua berupaya
untuk memajukan bangsa Rusia termasuk Dostoevsky dan dan beberapa intelektual
sosialis. Namun sikap Dostoevsky tak menginginkan mereka menjadi pelopor
perubahan bangsanya. Karena mereka tak menjadikan etos kristiani sebagai medium
perubahan. Seperti Chernyshevsky yang juga sebagai lawan berat Dostoevsky dalam
pertarungan pemikiran. Ia bahkan menjadikan sains sebagai solusi. Bahkan ia beranggapan
bahwa penting untuk menerapkan metode-metode sains disetiap aspek kehidupan.
Dostoevsky tak punya alasan untuk tidak menolak pandangan Chernyshevsky karena
dari awal Dostoevsky menolak pandangan materialis dan juga mempertuhankan
sains. Sains adalah anak kandung modernitas. Sedangkan modernitas sangat
ditolak mentah-mentah olehnya. modernitas dapat memanipulasi manusia hingga
menjelma menjadi manusia modern. Dan Ia Pastinya bersifat sekular. Karena
bersifat sekuler maka manusia modern pasti menampik hal-hal yang tak diterima
oleh rasio, Sedangkan yang rasional menurut manusia modern ketika sesuatu itu bersifat
pasti. Dan mitos-mitos tradisi maupun agama bukanlah perihal yang subtansial,
Justru menghambat kemajuan. Superioritas rasio membuat manusia modern merasa
dia sebagai subjek yang otonom. Maka intervensi
oleh sesuatu diluar dirinya pastilah ditolak. Termasuk hukum-hukum tradisi. Itulah
semangat modernitas; rasionalitas dan otonomi subjek. Dan Dostoevsky Sebagai
rakyat Rusia yang pro tradisi sudah menjadi keharusan bagi dirinya untuk
menolak modernitas.
Untuk perumusan yang baik identitas ke-Rusia-an
bangsanya, untuk solusi persoalan kemanusiaan bangsanya, Dostoevsky tak
muluk-muluk dalam memberikan solusi. Dia hanya ingin bangsanya kembali pada
kerangka tradisinya yang murni. Yang otentik. Rusia yang tradisional. Maka
kembali kepada etos kristen ortodoks adalah ideal final darinya. etos kristiani
adalah cinta kasih. Maka Dostoevsky percaya hanya kekuatan cinta kasih manusia
dapat mengubah penderitaan. Ia mengatakan dengan cinta kasih manusia akan
menjadi suci dan saling mencintai satu sama lain. Tidak ada yang menjadi kaya
atau miskin, tidak ada yang menjadi kuat atau lemah, semua akan menjadi
anak-anak Allah; semua sama dimataNya.
Ini bukan persoalan apakah gagasan
dostoevsky dapat diimani sebagai kerangka pemikiran untuk melawan modernitas.
Ini bukan persoalan apakah sikap Dostoevsky terhadap modernitas dapat dijadikan
teladan. Namun ini adalah soal kepeduliannya terhadap bangsanya sendiri.
Keinginannya untuk menciptakan Rusia yang sejahtera dalam dekapan cinta kasih
Kristus. Indonesia telah lama carut marut. Manusianya kurang disejahterakan
oleh bangsanya sendiri. Sedangkan para wakil rakyat semakin sejahtera,
Sejahtera dengan korupsi sebagai mediumnya. Indonesia dengan idiom bhineka
tunggal ika menandakan bangsa yang plural; Cinta keanekaragaman. Namun pada
kenyataannya perang suku, ras dan agama kerap terjadi dalam dinamika
kebangsaan. Banyak yang peduli bahkan rela berkorban demi pembaruan bangsa,
namun pada akhirnya menjadi penindas-penindas baru. Indonesia tak kalah amburadul
dengan Rusia diabad 19. Bangsa ini juga terinjeksi virus modernitas. Dari
masyarakat kelas atas sampai kebawah terus saja mendandangi dirinya dengan
tampilan khas barat. Kebudayaan khas nusantara pun menjadi inferior dimata
masyarakat. Dan sedikit demi sedikit tersingkir dari negerinya sendiri. Bangsa
ini sudah tak nyaman untuk ditinggali. Bangsa ini butuh perubahan. Dan
perubahan bukan hanya suatu kata yang indah dan penuh harapan. Ia harus hadir
ditengah-tengah ketimpangan bangsa ini. Apakah Kita harus menunggu
kedatangannya? Tidak! Perubahan bukanlah sesuatu yang taken for granted; Bukan sesuatu yang terberi. Ia bukan sebuah entitas
yang mekanis. Namun perubahan mesti diusahakan. Dan manusia adalah aktor dari
perwujudannya. Sekarang adakah yang peduli? Bila
Dostoevsky rakyat Indonesia pasti ia peduli. []
Komentar
Posting Komentar